sweety butterfly
Saturday, August 17, 2013
Merdeka, Indonesiaku!
Tanah Air
By: Ibu Soed
By: Ibu Soed
Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri kujalani
yang mahsyur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Disanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
yang mahsyur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Disanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Dirgahayu Indonesiaku ke 68!
Lagu diatas jika kita benar-benar
pahami maknanya, akan menggetarkan jiwa dan hati siapapun yang menyanyikannya. Apa
kau pernah seperti itu? Aku pernah!
Nanar bola mata yang jatuh jadi
tangis rasa bangga ikut menghanyutkan suasana. Bangga telah dilahirkan di atas
negeri yang damai, kaya akan sumber daya alam dan budayanya, bangsa yang besar,
bangsa yang berwarna akan segala keragaman yang dimilikinya. Hanya di
Indonesia, hanya disini kau akan benar-benar memahami arti perbedaan yang
sesungguhnya :”)
PR kita masih banyak kawan, sama
seperti 67 tahun ke belakang, mereka, kau, dan aku akan tetap mengatakan bahwa
kita belum benar-benar merdeka, kita benar-benar belum bebas. Apakah hanya
bentuk kebebasan dari penjajahan Belanda, Jepang, Portugis, Inggris, dan Negara
lainnya yang merampas hak kita pada saat itu? Ya benar kita telah bebas dari
belenggu mereka. Tapi apakah saat ini kemerdekaan itu hanya bentuk simbolis
belaka?
Jika kita mengaku bangga pada
bangsa ini, apa buktinya? Hanya karna kau merasa bebas melakukan apapun di
negeri yang kau akui cinta ini membuatmu terbuai akan segala bentuk mordenisasi
yang ada. Mengaku cinta tanah air tapi mencintai dirimu sendiri kau lupa,
mencintai sesamamu juga sepertinya kau terlalu sibuk. Lantas apa bentuk dan
perwujudan cintamu pada negeri ini?
Sampai kita terlena dengan
kebebasan yang ada, sampai-sampai kita ‘kecolongan’ harta kita tanpa kau
sadari. Kau tau bahwa sumber daya alam di Indonesia diembargo pihak asing? Hampir
seluruh kegiatan di Indonesia dibawah pengaruh pihak asing? Hutan, tambang emas,
tambang batu hijau kita jelas-jelas sudah ganti kepemilikan. Dengan dasar ingin
‘kerja sama’ tapi hanya menguntungkan pihak lain semata. Terlalu krusial memikirkan
jangka panjang sepertinya, sehingga apapun yang ada di depan mata saat itu
diambil begitu saja, tanpa memikirkan efek jangka panjang yang bakal terjadi. Berapa
persen kah keuntungan murni yang bisa diambil oleh Indonesia dari kerja sama
itu? Dari ‘pemanfaatan’ lahan dan segala SDA yang ada di negeri yang kaya ini? Kita
telah benar-benar telah terampas.
Jika bicara kemerdekaan, kita belum
benar-benar merdeka karena nyatanya SDA di Indonesia masih dieksploitasi oleh
bangsa asing, kita hanya dipekerjakan dibawah kepemilikan mereka diatas
kekayaan yang murni milik kita. Sadarkah kau bahwa itu adalah bagian dari
bentuk penjajahan? Tujuan awal penjajahan adalah merebut kekuasaan Indonesia
dengan mengambil alih kepemilikan pengelolaan SDA yang ada.
Jika kita melihat faktanya saat
ini:
“dalam UU migas
bahwa investor hanya bisa berlaku sebagai kontraktor. Di dalam uu minerba
investor bisa memiliki sumber daya alam, investor bisa menambang sendiri,
investor bisa menjual sendiri hasil tambangnya, peran negara sama sekali
dihilangkan dalam pengelolaan sda tsb. Negara hnya mendapatkan royalti pnbp
3.75% serta pendapatan pajak penghasilan. Asing bisa dengan leluasa menguasai
sebnyk2nya SDA kita.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) terbit
dengan mudahnya, hanya dengan beberapa milyar saja sebuah perusahaan bisa
dengan sebebas2nya menguasai ijin tambang di suatu daerah, bisa ribuan hektar
ataupun ratusan ribu hektar." (http://politik.kompasiana.com)
Begitu
juga dengan ekspor bahan mentah mineral pada praktinya masih sering dilakukan
lalu meraih semua kepemilikan itu bisa dicapai dgn cara lelang. Jelas lah pihak
mana yg akan menang? -_-
Entahlah
siapa yang mesti disalahkan disini, saya yakin pada awalnya kita semua memiliki
niat baik begitupun dengan pemerintah Indonesia pada zaman lampau ketika
memutuskan untuk menyetujui hal ini. Saya tahu pihak asing lebih modern dari
kita baik dari praktisi tekniknya dan alat teknologi yang dihasilkannya. Mereka
begitu cerdik untuk melihat ada potensi besar yang dimiliki Indonesia.
Hanya saja
kita terlalu terlena dengan zona nyaman kita, sehingga aturan sulit ditegakkan,
Undang-Undang hanya menjadi sebuah pajangan yang terlupakan, pencari
kepentingan diatas nama pemerintah pun semakin banyak. Dan hal ini hanya
menguntungkan golongan lain semata.
Freeport, Pabrik Kertas, Newmont, Chevron, dan yang lainnya memang memberikan andil untuk bangsa ini, mungkin bisa mambantu perekonomian di lingkungan sekitarnya, namun ketika mereka masih tetap berdiri di tanah air Indonesia, kitalah yang lebih patut untuk mengelola kekayaan kita sendiri.
Besar harapan agar pemerintah
punya strategi yang lebih baik dalam mengatur ini semua, amanah terhadap aturan
yang ada dalam konstitusi, lebih tegas dalam mengambil sikap pada pihak asing, realisasikan
dalam tindakan nyata sesuai UUD dan UU, tegakkan
hukum Indonesia, buktikan bahwa kita tidak kalah saing dengan skill maupun dengan peralatan mereka,
permudah kredit pada rakyat yang ingin mengembangkan usahanya dari SDA, optimalkan
SDM yang ada dengan fasilitas yang lebih memadai untuk hasil yang optimal.
Semoga kita semua bisa lebih peka
dengan makna kemerdekaan yang sesungguhnya, perayaan 17 Agustus bukanlah fungsi
labeling semata tapi menjadi tugas untuk kita semua dalam menjaga kesatuan
bangsa.
Damai Indonesiaku, MERDEKA!!!
An inspiring Morrie
“Dalam perkawinan kita diuji. Kita mencari tahu siapa kita,
siapa orang lain yang menjadi pasangan kita, mana yang harus kita sesuaikan,
mana yang tidak.
Kalau kita tidak menghormati pihak yang lain, kita akan
mendapatkan banyak masalah. Kalau kita tidak tahu cara berkompromi, kita aka
mendapatkan banyak masalah. Kalau kita tidak mau berbicara terbuka tentang
apapun yang terjadi di antara kita dan pasangan, kita akan mendapatkan banyak
masalah. Dan kalau kita tidak memiliki seperangkat nilai yang kita sepakati
dalam hidup, kita juga akan mendapatkan banyak masalah. Nilai-nilai yang kita
anut harus sama.
Dan apa yang paling penting di antara nilai-nilai itu?
Keyakinan tentang pentingnya perkawinan kita.” Ya
Indeed Morrie!
Based on true story –
Tuesday With MORRIE by Mitch Albom.
A short message that
he had given to us. Another chapter in this book was showing an inspiring someone,
named Morrie. He is a true learner who never failed to make everyone around him
to smile and be thankful. This book doesn’t tell about marriage or anything.
There was Morrie and Mitch (a best teacher and coach of Mitch). Morrie was
struggling from his disease attack, so he was enjoying at the last moment of
his life with sharing everything about life. And an inspiring Morrie had given
us many lessons be will not forget.
May i share another
story about him again? (oh yes you have allowed
me) :D
He told about emotion
too..
“Apabila kita menahan emosi-emosi itu – apabila kita tidak
membiarkan diri mengalaminya, kita tidak pernah mematikan rasa, kita terlalu
sibuk menghadapi rasa takut. Kita takut menghadapai rasa nyeri, kita takut
menghadapi rasa sedih. Kita takut mengalami penderitaan akibat cinta.
Tapi dengan membiarkan diri mengalami emosi-emosi ini,
dengan membiarkan terjun ke dalamnya, sampai sejauh-jauhnya, kita akan
mengalaminya secara penuh dan utuh. Kita tahu arti sakit. Kita tahu arti cinta.
Kita tahu arti sedih. Dan hanya ketika kita mengatakan, ‘Baiklah. Aku telah
mengenal emosi itu. Aku kenal betul emosi itu. Sekarang aku perlu mematikan
perasaan dan emosi itu untuk sementara.” (Hal 110 - Tuesday With MORRIE by Mitch Albom)
Such a gorgeous thing,
Morrie.
Subscribe to:
Posts (Atom)