sweety butterfly

sweety butterfly

Tuesday, September 4, 2012

Epilog, dalam sebuah penentuan.


Inikah rasanya ketika tidak bisa membahagiakan saudara sendiri?
Inikah rasanya, menjadi seseorang yang hanya bisa menjadi perusak?
Betapa sakitnya saat tidak bisa memberi manfaat dan kebahagiaan untuk orang lain.
Lebih baik tidak berkontribusi sama sekali daripada menjadi seorang perusak.


Ya Allah, Engkau yang membolak balikan hati manusia, jika ini keyakinan hatinya yang dipilih untukku, jadikanlah ini pilihan terbaik dari hatinya. Jika memang Engkau yang menuntun kepastian dari hatinya, jadikanlah hati ini juga ikhlas untuk menerima kebenaran-Mu..
Kuatkanlah aku, tetapkanlah hatiku hanya untuk Mencintai Mu..
Dan bimbinglah aku dalam pelukan Mu Ya Rabb.


Ini adalah lanjutan postinganku tempo hari. Tanpa aku yang harus meminta, tanpa aku yang harus memaksa, dan tanpa aku yang harus jadi PENENTU di akhir cerita ini. Ketahuilah, disana ada yang tidak pernah tidur. Saat aku lelah, saat kamu tak berdaya akan kegelisahan hati, tak usah cemas dengan hal itu. Kita hanya sedang diuji.. dan setelah kita berjalan sejauh ini, ketika kita sudah sekian lama berada dalam ombak ketidakpastian. Disana ada Dia yang memastikan dan jadi penentu dari cerita ini.


Untukmu saudaraku, terimalah maaf ini. maaf jika aku belum bisa jadi sosok yang bisa bermanfaat untukmu. Ketahuilah kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa membahagiakan orang lain :) mungkin kau akan menemukan jalan lain menuju kebahagiaan itu bersama sosok yang lebih baik dan bisa membawamu ke arah kebaikan. Dan maaf jika dalam hidupmu aku hanya mambawa duka dan meninggalkan luka. Kamu.. jangan benci aku ya. Cukuplah kamu yang tau kekuranganku, kelemahanku, semoga kita bisa saling menjaga untuk selamanya.

Terimakasih untuk pembelajarannya yang luar biasa, terimakasih telah mengenalkan aku akan pentingnya kelembutan bagi seorang wanita,  dan kamu mengajarkan aku untuk menjadi wanita yang lebih pintar menjaga. Terimakasih telah menjagaku selama ini, semoga kebaikan dan kebahagiaan selalu terlimpah atas dirimu. Amin. Selamat mengarungi lautan kehidupan, because we are a captain of our ownship!

Dan jangan lupa berjaga ketika ombak lebih besar mencoba menghantam! ;)


Teguhkan pendirian ini.
22:03, 4 September 2012.

Sunday, September 2, 2012

terbang sampai di puncak.

Dalam kurun waktu satu bulan tidak menelurkan tulisan. Hee. Sedih.

Apa yang menjadi keharusan di tiap bulannya, terlewatkan begitu saja.
Lihat! Hari ini memasuki bulan September. Empat bulan menuju 2013 dan 2012 hampir habis masanya.
Lalu apa yang sudah ditorehkan dalam waktu delapan bulan? Dalam 240 hari kemarin?

A day by day, through my eyes and my mind, I just want to be a learner.

Saya tidak tinggal diam. Meskipun seperti tak ada yang berubah, meskipun seperti enggan untuk menggoreskan pena, saya cukup berhasil menjadi seorang pengamat. Menjadi pengamat yang tak terencana. Apa yang diamati? Jawabannya: banyak. Dan dari sanalah inspirasi datang, dari sanalah ada yang terus mengingatkan untuk terus bersyukur dan tak kenal lelah menggapai mimpi.

Jika bicara mimpi, semangat saya cukup terbakar ketika melihat kisah teman sebaya, yang sudah ‘terbang’ terlebih dahulu. Dia begitu cepat mengepakan sayapnya untuk terbang sampai di tujuannya. Satu kata: Hebat. Dan entah mengapa, saya menemui kisah ini terus menerus. Secara kontinyu dan gamblang, juga tanpa syarat, mereka begitu cepat untuk ‘terbang’. See me? For along journey, I just walked at the empty street.

Lalu setelahnya, ada yang menyadarkan saya untuk selalu bersyukur, mereka mengajarkan sebuah ketulusan. Dan luar biasa saya begitu terenyuh.

Ini.. hanya masalah waktu kawan, ya waktu. Kau tau mengapa mereka mengepakan sayapnya lebih dulu dan begitu cepat? Karna waktu telah berkata padanya bahwa ini adalah saatnya, waktu yang menjemput mereka. Dan tak mengenal waktu pula, kita harus bersyukur. Sampai kapanpun, tanpa waktu yang meminta, kita harus tetap menorehkan rasa syukur kita.

Ah begitu banyak antrian kata-kata di memori otak saya. Yang saya tau adalah kita tak cukup untuk terus menunggu, kita tak perlu lagi menunggu waktu yang menjemput kita, tapi kita yang harus membeli waktu. Membeli waktu dengan berusaha. Berusaha dan terus berusaha. Tuhan Maha Tahu. Dan jika tiba waktunya, ya silahkan kau terbang setinggi yang kau bisa! Tidak ada kata “nanti” yang ada hanyalah “sekarang”. Maka berusahalah sekarang!

Tapi ingat, tetaplah kau berjalan dengan yang lain, kau harus realistis! Karena setiap orang tak sama, setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda pula. Kau cukup berjalan dengan keyakinan hati. Seperti ayah Pidi Baiq bilang: “Tetapkanlah pikiran kami selalu melangit. dan dengan hati yang terus membumi”

Cerita kalian begitu sarat makna. Itu mengapa saya sering bilang : semoga kita sukses di jalannya masing-masing. Ya karena saya yakin kamu, aku, kita akan sampai di tujuan kita dengan jalannya masing-masing.

Terimakasih untuk ceritanya, terimakasih untuk inspirasinya, terimakasih telah mengajarkan untuk terus menulis dan belajar berbagi.


-Dua hari menjelang untuk kembali pada rutinitas-

S e k a m

Kenapa ketakutan ini semakin kuat terasa?

Aku tau hal ini akan datang pada siapapun orangnya, kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun keadaannya.

Aku tak sanggup membayangkannya. Saat mereka, orang-orang yang sangat kusayangi perlahan pergi dari hidupku untuk selamanya. Atau bahkan mungkin, aku yang mendahului meraka untuk pergi.

Jika telah tiba waktunya, tiada seorang pun yang bisa mempercepat atau menunda kedatangannya.

Tak sanggup kubayangkan duka menyelimuti, suasana yang mencekam dingin, lidah bartalu kelu, jerit tangis yang tak sanggup ditempa, dan raga yang tak bersenyawa.

Belum bisa membalas kebaikan dari orang-orang terkasih, belum sempat membagi ilmu. Begitu banyak hal yang belum bisa dilakukan untuk melakukan kebaikan.

***


Ya Allah.. panjangkan umur kami. Jadikan sisa umur kami ini berkah, bermanfaat dan bisa menjadi bekal untuk di akhirat kelak Ya Allah.

 
“Hanya bila kita benar-benar sadar dan mengerti bahwa waktu kita di dunia terbatas, dan kita tak punya cara untuk mengetahui kapan waktu kita habis (mati), maka kita akan menghayati setiap hari dengan sepenuh-penuhnya, seolah-olah hidup kita hanya tinggal hari itu.” (Elisabeth Kübler-Ross)


*I’m so afraid to lose you. Get Well Soon*
21:12, 30 Agustus 2012