Sampai pada saatnya nanti, hal ini, cepat atau lambat pasti akan datang dan terus mendekat pada setiap insan di dunia.
Dan..bila tiba saatnya giliranku..untuk kembali.
Aku tak tau kapan tepatnya hari, tanggal, bulan, tahun, detik, menit, jam yang akan membawaku pada perpisahan dengan dunia.
Aku tak tahu bagaimana caranya, Pemiliku yang sebenar-benarnya memanggilku.
Aku tak tau bagaimana rasanya saat utusan-Nya hadir, tepat dimana, Izrail menghampiriku, saat aku terkulai lemah, tak berdaya walaupun untuk menjentikan jari saja.
Aku tak tahu siapa kelak orang yang akan berada disampingku nanti saat dunia sudah tak menginginkanku lagi, saat-saat terakhir dunia mengucapkan salam perpisahan.. atau bahkan mungkin tanpa ada seorang pun disisiku--- aku ingin, ingin ada yang membisikan lantunan nama Allah di telingaku, kalimat sederhana atas nama-Nya yang ingin kuucapkan sampai batas perpisahan.
Aku ingin tabungan amalku yang tak banyak bisa mempermudah proses ‘perpisahan’ ini.
Yang aku tahu.. proses ini rasanya pasti sakit.
Aku tak tahu bagaimana rasanya saat ragaku masuk dalam pusara putih yang ditutup kain hijau tua bertuliskan lafadz Allah, aku tak tahu bagaimana rasanya saat jasadku dibopong oleh orang-orang menuju tempat peristirahatanku yang terakhir---
Tak ada yang kubawa selain perbekalan amal yang jauh dari kata cukup dan sehelai kafan yang menempel pada raga yang sudah mati, dan siap dimakan para pengurai.
Hingga tiba saatnya aku kembali menjadi tanah.
Di tempat peristirahatanku yang terakhir kini tertancap megah batu nisan atas namaku beserta waliku, yang seolah jadi pembatas antara dua dunia.
Biarkan aroma dan wewangian melati juga lili yang kau tinggalkan, jangan seonggok seroja dan setangkai kamboja kawan, karena dengan sendirinya, mereka akan terus menyatu dengan tanah dan batu nisan sang pemiliknya.
Aku tak tahu apa yang akan terjadi di dasar sana.
Aku takut sendiri...
Aku tak tahu bagaimana kehidupan setelah ini.
Dimanakah tempatku kelak?
Aku ingin jadi bagian taman surga-Nya yang indah.
Mungkinkah aku bertemu dengan mereka yang lebih dulu mendahuluiku?
Sekali lagi aku takut sendiri...
Akankah gelap atau cahaya temaram yang menemaniku?
Apakah aku bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan padaku lewat utusan-Nya yang lain?
Adakah yang bisa membantuku kelak?
Aku harus bisa melakukannya sendiri, ya tentu saja sendiri.
Karena kematian datang dengan caranya sendiri.
*dalam hening malam dan kerdip lilin ditelan sunyi, saat mengingat bahwa dunia ini hanya persinggahan dari tujuan perjalanan kita yang panjang, ada yang lebih kekal disana, di kehidupan setelah ini*