Seperti bulan yang tak selamanya purnama, ada kalanya ia penuh atau setengah.
Seperti bintang yang tak setiap malam datang, kadang ia enggan menampakkan dirinya karena suatu alasan yang pasti.
Seperti langit yang tak selamanya biru segar, ada kalanya ia berubah jadi kelabu atau jadi jingga keemasan.
Seperti bunga yang tak selamanya bermekaran, ada kalanya ia kuncup untuk suatu waktu.
Seperti daun yang tak selamanya hijau, ada masanya ia akan menjadi coklat dan rapuh secara perlahan.
Seperti pohon yang tak selamanya kokoh berdiri, akan ada masanya ia jatuh dan mati dimakan usia.
Seperti air pantai yang tak selamanya konstan, ada kalanya ia pasang atau surut.
Seperti lautan yang tak selamanya tenang, kadang ia marah dengan amukan ombaknya, kadang juga ia memberi ketenangan.
Seperti pelangi yang tak selamanya datang di perbatasan hujan dan senja, kadang ia muncul kadang juga tidak.
Seperti bumi yang tak selamanya siang atau malam, ia berotasi pada orbitnya, saling membagi pada belahan bumi lainnya.
Sama seperti halnya manusia, tak selamanya kita bertahan dalam satu garis lurus. Ada saatnya bergelombang, lurus lagi, dan begitu seterusnya. Sama seperti semangat kita yang terkadang penuh juga setengah. Rotasi kehidupan yang tak pernah lelah berhenti berputar membuat kita semakin yakin akan arti hidup yang sebenarnya, bahwa hidup kadang di atas kadang di bawah, tak selamanya membahagiakan juga menyedihkan, semua dapat gilirannya, semua dapat bagiannya. Tak selamanya mendung itu kelabu, karena sesungguhnya setelah itu, diluar sana ada warna-warna indah yang menanti, jika kita mau belajar memahaminya. Ini dia hikmah, yang jarang kita sadari kehadirannya. Tetap bersyukurlah selama bumi masih berputar pada porosnya, bersyukurlah selagi masih menjadi bagian dari bumi dengan sejuta pesonanya.
Akan tiba masanya, yang dulu tiada, kembali menjadi tiada.
Nothing Last Forever.